CUACA cerah dan libur panjang akhir pekan, benar-benar
membuat malam prosesi panjang jimat, atau pelal pada Jumat, 1 Desember 2017
malam, benar-benar dipenuhi lautan manusia.
Prosesi panjang jimat digelar tiga keraton, yakni Keraton
Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan dalam waktu bersamaan. Prosesi panjang jimat
adalah tradisi yang sudah berlangsung ratusan tahun, yang menggambarkan drama
kelahiran Nabi Muhammad SAW. Penggambaran tersebut dilambangkan melalui
simbol-simbol perangkat pelal.
Prosesi panjang jimat atau pelal, yang digelar setiap 12
Mulud, adalah puncak perayaan Maulud Nabi Muhammad. Meski digelar malam hari,
pelal sampai saat ini masih menjadi magnet bagi ribuan warga dari berbagai
pelosok negeri, bahkan tidak sedikit juga wisatawan asing yang datang untuk
menyaksikannya.
Di Keraton Kasepuhan, perangkat pelal diarak dari mulai
Keraton Kasepuhan menuju mesjid agung keraton yang berjarak sekitar 300 meter.
Ada 16 simbol arak-arakan yang menceritakan drama kelahiran Nabi Muhammad.
Diawali dari rombongan pembawa payung keropak, tunggul
manik, lilin dan damar kurung sampai pembawa tujuh nasi jimat di atas piring
besar atau panjang. Ini menggambarkan kesiapan Abdul Mutholib, menyambut
kelahiran Nabi Muhammad, cucunya.
Keindahan puluhan damar kurung-semacam lampion warna-warni
yang mengawali arak-arakan menjadi daya tarik tersendiri. Prosesi diakhiri
dengan pembacaan barjanji (asrakalan) dan salawat untuk Nabi Muhammad SAW.
Makanan yang sudah mendapat doa-doa itu kemudian
dibagi-bagikan kepada sultan, famili, abdi dalem dan warga. Saat itulah makanan
yang telah didoakan seperti bekasem ikan, nasi tumpeng, nasi uduk, nasi putih
dan terutama "nasi jimat", menjadi rebutan ribuan warga yang sudah
menunggu di halaman keraton.
Tidak seperti nasi dan berbagai variannya yang dimasak
dengan air, nasi jimat yang menjadi sajian utama pelal, dimasak dalam rendaman
minyak goreng langsung, saat masih berupa beras. Saat ini, nasi jimat menjadi
satu-satunya menu sajian pelal yang dimasak harus dengan kayu bakar, di dapur
mulud. Kayu bakar yang digunakan pun didatangkan khusus dari tempat-tempat yang
dikeramatkan.
Meneladani perilaku nabi
Menurut Sultan Sepuh XIV Keraton Kasepuhan Pangeran Raja
Adipati Arief Natadiningrat, perayaan Maulud Nabi sebenarnya lebih kepada
menggugah masyarakat untuk meneladani perilaku dan sunah Nabi.
Meski kental nuansa religi, menurut Arief, tradisi muludan
hingga prosesi panjang jimat sejatinya peristiwa multidimensi. “Bukan hanya
sekedar tradisi tetapi peristiwa budaya religi, tetapi juga sosial dan ekonomi,
“ katanya.
Sehingga menurut Arief, esensi dari pelal adalah upaya untuk
selalu mengingat sosok Agung Nabi Muhamad saw, dengan selalu meneladani ajaran
dan ujar-ujarannya.
Menurut dia, ada dimensi ketauhidan dalam prosesi pelal,
yakni menjadi semacam kekuatan pengingat bagi umat Islam, untuk selalu menjaga syahadat.
“Ada juga ruang pertemuan sosial budaya dan ekonomi,
sehingga pelal bukan hanya milik umat Islam tetapi juga agama lain, “ katanya.
Tradisi caos
Selama sepekan sebelum malam puncak pelal, sultan sepuh
menggelar tradisi caos atau semacam open house untuk bersilaturahmi langsung
dengan abdi dalem, warga dan wargi keraton yang berbondong-bondong datang ke
keraton.
"Muludan di Keraton Kasepuhan juga menjadi ajang
silaturahmi para abdi dalem, para wargi, masyarakat dari berbagai pelosok
daerah dan ribuan orang dengan sultan sepuh," katanya.
Muludan, katanya, juga menjadi potensi pariwisata budaya
terbesar di Jawa Barat dengan jumlah pengunjung lebih dari 200.000 wisatawan
selama sebulan.
Sultan Sepuh berharap, tradisi muludan menjadi media untuk
mengingatkan kembali pentingnya tradisi silaturahmi yang langsung bertatap
muka, bukan hanya sekedar menyapa melalui media teknologi komunikasi. (pikiran
rakyat)
No comments:
Write comment