Dermayupos - Kisah
perkawinan Dewi Rarasantang dengan Sultan Hud (Penguasa Mesir dan Palestina)
adalah merupakan suatu kesatuan kisah dari perjalanan kakak beradik anak Prabu
Silihwangi dan Ratu Subang Larang (Cakrabwana dan Dewi Rarasantang) menuju ke
tanah suci untuk menunaikan ibadah haji.
Setelah kakak beradik tersebut memutuskan untuk keluar dari
Istana Sang Bhima (Istana Kerajaan Pajajaran) dan memilih Islam sebagai jalan
hidupnya keduanya berguru keberbagi ulama yang ada di tatar Sunda, hingga
kemudian keduanya memutuskan untuk berangkat ke tanah suci Mekah untuk
menunaikan rukun Islam yang terakhir.
Kisah perjalanan ibadah Hajinya kakak beradik anak dari Raja
Sunda ternama itu pada nantinya mengantarkan Dewi Rarasantang bertemu dengan
jodohnya. Sang dewi dinikahi oleh Sultan Hud penguasa Mesir dan Palestina saat
beliau berada di Mekah.
Kisah perkawinan Sang Dewi tersebut, dikisahkah dalam naskah
Mertasinga Pupuh I-05 sampai dengan II.04. Adapun kisah yang tekandung dalam
naskah tersebut adalah sebagai berikut:
Dikisahkan kemudian bahwa di Negeri Banisrail, istri Sultan
Hud meninggal Dunia. Tidak lama kemudian Sultan pun mengirim utusan keseluruh
pelosok negeri untuk mencari penggantinya, mencari seorang puteri yang setara
dengan yang telah tiada.
Karena kesungguhannya utusan itu melakukan pencarian,
akhirnya mereka berjumpa dengan kakak beradik yang tengah menunaikan haji dari
Negara Pajajaran. Yaitu pengeran Cakrabwana dan adiknya Dewi Rarasantang, yang
kecantikannya mirip dengan Istri Sultan yang telah tiada.
Utusan itu kemudian menanyakan tentang asal-asul dari
keduanya, dan apa hubangan diantara keduanya. Setelah Pangeran Cakrabuana
memberikan jawaban bahwa mereka berdua merupakan kakak beradik, maka gembiralah
sang utusan tersebut. Sehingga kemudian sang utusan membawa keduanya kepada
tuannya untuk dipertemukan.
Setibanya dihadapan Sultan Hud. Sang Sultan kemudian memohon
agar Cakrabwana mengizinkan adiknya untuk dinikahi. Namun demikian Cakrabwana menyerahkan
sepenuhnya kepada adiknya. Sang adik kemudian bersedia dinikahi sang Sultan
akan tetapi dengan syarat-syarat khusus.
Sultan Hud kemudian menyanggupi Syarat-syarat yang di ajukan
Dewi Lara Santang.
Adapun syarat-syarat tersebut adalah bahwa kelak jika dari
hasil perkawinan keduanya mempunyai seorang anak pertama laki-laki, maka
anak tersebut harus direlakan untuk
mensyiarkan Islam di tanah kelahiran Ibundanya yaitu di tatar Pasundan (Kerajaan
Sunda).
Selain itu juga Dewi Lara Santang menginginkan agar janji
kesanggupan Sultan Hud di ikrarkan di bukit Tursnia (Palestina). Sang Sultan
kemudian menyanggupinya dan ikrar janji tersebut kemudian dilaksanakan di bukit
Tursina dan disaksikan oleh Pangeran Cakrabwana.Setelah Peristiwa tersebut
kemudian keduanya menikah.
Demikianlah ringkasan kisah perkawinan Dewi Larasanntang
dengan Sultan Hud yang diceritakan dalan naskah Mertasinga. Dalam sumber lain
Sultan Hud dikenal juga dengan nama Maulana Sultan Mahmud/ Syarif Abdullah/
Sultan Amiril Mukminin/ Sultan Khut, Anak Nurul Alim dari bangsa Hasyim (Bani
Ismail), yang memerintah kota Ismailiyah, Palestina. Maulana Sultan Mahmud, salah seorang penguasa
di Mesir.
Dari perkawinan keduanya kelak melahirkan dua orang putera
yaitu Syarif Hidayatullah dan Syarif Nurullah, Syarif Hidayatullah atau yang
dikenal dengan Sunan Gunung Jati nantinya setelah dewasa berdakwah mensyiarkan
agama Islam di tanah leluhur ibunya sesuai dengan permintaan sang Ibu sebelum
menikah, adapun adiknya Syarif Nurullah kemudian melanjutkan tahta bapaknya di
Banisrail.
No comments:
Write comment