-->
Banner

Thursday, November 30, 2017

Waduh...!!! Suami TKW Dari Majasari Pilih “Kencan” Bersama Sapi Betina

 

INDRAMAYU - MENJADI buruh migran dengan mengadu keberuntungan di negeri orang, menjadi pilihan bagi sebagian warga Desa Majasari, Kecamatan Sliyeg, Kabupaten Indramayu. Upah yang tinggi saat bekerja ke luar negeri seakan menjadi motivasi yang tak dapat terganti.

Kondisi itu pun membuat Desa Majasari dikenal sebagai ‘kampung tenaga kerja Indonesia (TKI)’. Predikat itu pun kemudian berubah dalam waktu kurang dari satu dasawarsa. Itu terjadi sejak Desa Majasari dipimpin oleh Kuwu Wartono.

Kepala desa yang memiliki latar belakang sebagai seorang guru itu, berhasil melakukan serangkaian inovasi hingga berhasil mengubah predikat Majasari sebagai kampung TKI menjadi desa sentra sapi.

“Pada dasarnya, tipologi Desa Majasari adalah desa pertanian. Karena sektor ini dirasa kurang menguntungkan, maka tidak sedikit warga kami yang memutuskan menjadi buruh migran. Meski akhirnya, kita semua berhasil mewujudkan pola pengembangan desa yang mengintegrasikan TKI dengan pertanian dan peternakan yang tujuan akhirnya adalah kesejahteraan masyarakat,” ungkap Kuwu Wartono, Senin (27/11/2017).

Kepala desa yang tengah merampungkan masa bakti pada periode keduanya itu mengemukakan, ketika para isteri lebih memilih bekerja di luar negeri, maka para suami pun menjalankan peran gandanya di dalam keluarga.

Selain mencari nafkah untuk kelangsungan hidup, para suami juga harus mengasuh anak, memastikan pendidikannya, hingga kewajiban menjaga bahtera rumah tangga di tengah jarak yang memisahkan. Sebab, tidak sedikit yang dalam masa tersebut, keutuhan rumah tangganya runtuh dan pada akhirnya berdampak pada anak-anak mereka.

“Godaan itu muncul ketika para suami tidak memiliki pekerjaan yang layak dan berpenghasilan rendah. Untuk mengubah kondisi itu, maka dimulailah konsep suami TKW mendapatkan peran dalam kelompok ternak sapi,” paparnya.

Mulanya, lanjut Wartono, para suami TKW yang tergabung dalam Kelompok Tani (Poktan) Peternakan Sapi Tunggal Rasa mendapatkan bantuan Penguatan Modal Usaha Kelompok (PMUK) dari Direktorat Jenderal dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI sebanyak 32 ekor sapi.

Kemudian atas keberhasilan pengembangannya, kembali mendapatkan bantuan melalui APBN-P sebanyak 13 ekor sapi pada tahun 2016 lalu. Ini cukup menyita perhatian dan mampu membuat para suami TKW lebih memilih “berkencan” bersama di kandang sapi daripada melakukan aktivitas yang tidak menguntungkan.

“Saat ini populasinya mencapai 286 ekor sapi. Dan dalam setahun, sapi yang terjual bisa mencapai 30 sampai 60 ekor sapi. Jenis yang ada mulai dari sapi PO, limousin, simental, dan brahman,” sebutnya.

Dari aktivitas, itulah angka pengangguran di desa mulai berkurang, dan keinginan warga untuk mengadu nasib di luar negeri dapat diurungkan karena mereka telah bisa merasakan hidup sejahtera di desa. Para suami TKW itu juga mulai disibukan dengan kegiatan mengurusi sapi betina sembari menanti isterinya tiba.

Saat pagi, para suami sibuk mengurus anak-anak hingga mereka berangkat sekolah, di siang hari mereka mencari pakan sapi hingga memberinya makan di sore hari, dan malam harinya sudah bisa kembali ke tengah-tengah keluarga.

“Ini akan terus disempurnakan agar terjadi sinergitas program dan meningkatkan kesejahteraan. Apalagi pengelolaannya tidak terlalu sulit. Di sini limbah pertanian seperti jerami diolah dan dimanfaatkan untuk penyediaan pakan ternak,” pungkasnya.(kabar cirebon)

Show comments
Hide comments
No comments:
Write comment

Back to Top