BANDUNG - Sidang lanjutan dengan terdakwa Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Cirebon, Gatot Rachmanto dalam kasus suap jual beli jabatan di Pemerintah Kabupaten Cirebon kembali digelar di Pengadilan Tipikor Bandung dengan menghadirkan saksi Bupati Cirebon nonaktif Sunjaya Purwadisastra, Rabu (23/1).
Dalam persidangan tersebut Sunjaya Purwadisastra yang mengenakan baju batik warna merah menyanggah banyak keterangan yang tertuang di dalam berita acara pemeriksaan (BAP) penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) soal kesaksiannya untuk Gatot Rachmanto yang telah ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus yang membuat gaduh masyarakat Kabupaten Cirebon.
Jaksa KPK sempat memutar rekaman percakapan antara ajudan bupati bernama Deni dengan Sunjaya.
Dalam percakapan itu, terdengar Sunjaya menanyakan uang Rp 100 juta pada Gatot dan dijawab Deni dengan mengatakan sudah terima 1 dari Gatot.
Dalam dakwaan jaksa untuk terdakwa Gatot, angka 1 ini merujuk pada uang Rp 100 juta dari Gatot kepada Sunjaya via Deni.
Uang Rp 100 juta itu sebagai imbalan dari Gatot karena telah melantiknya sebagai Sekdis PUPR pada 3 Oktober 2018 lalu.
Penyerahan uang Rp 100 juta pada 22 Oktober. Namun, Sunjaya membantah makna 'sudah terima 1 dari Gatot' sebagai uang.
"Itu saudara Gatot maksudnya satu bundel berkas dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)," ujar Sunjaya.
Jaksa kembali menanyakan maksud soal Sunjaya menanyakan 100. "Saya tidak menanyakan 100," ujar Sunjaya.
Jaksa langsung menjawab. "Apa perlu diulang lagi," ujar jaksa.
Rekaman pun diputar. Di rekaman, terdengar Sunjaya menghubungi Deni dan menanyakan 100 dari Gatot. Deni menjawab sudah terima 1.
"Saya tidak menerima uang dari Gatot," ujar Sunjaya. Jaksa bertanya lagi apakah uang diterima dari Deni, Sunjaya mengaku tidak tahu. "Saya tidak tahu," ujarnya.
Jaksa membacakan BAP yang mengatakan, "Bahwa saya setelah menerbitkan surat keputusan pelantikan terhadap ASN yang dilantik, saya menerima ucapan terima kasih. Bahwa maksud dari ucapan terima kasih itu berupa pemberian dana dari Aparatur Sipil Negara (ASN) yang dilantik dengan besaran eselon 4 Rp 25 juta, eselon 3 Rp 50 juta, eselon 2 Rp 150 juta dari pejabat yang dilantik," kata jaksa membacakan keterangan Sunjaya di BAP. Namun, itu dibantah Sunjaya. "Saya tidak mengatakan itu," ujar Sunjaya.
Jaksa kembali membacakan BAP Sunjaya yang mengatakan bahwa fenomena jual beli jabatan di Pemkab Cirebon diakui Sunjaya mulai berlaku pada tahun 2016 dengan melibatkan Kepala Badan Kepegawaian dan Sumber Daya Manusia (BKSDM) Pemkab Cirebon selaku tim sukses Sunjaya dalam Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Cirebon tahun 2013 lalu.
Sunjaya lagi-lagi menyangkal keterangannya tersebut. Jaksa kembali membacakan BAP Sunjaya untuk Gatot, soal pemberian uang Rp 100 juta terkait dilantiknya Gatot pada 3 Oktober 2018 sebagai Sekdis PUPR Pemkab Cirebon.
"Pada Senin 22 Oktober, Gatot menghubungi saya dan akan berikan dana Rp 100 juta dan teknisnya diserahkan ke ajudan saya, Deni. Kemudian Deni mengambil uang itu ke Gatot. Kemudian setelah menerima uang dari Deni, Sunjaya berucap syukur dengan mengatakan 'alhamdulillah rejeki mah dari mana aja'" ujar jaksa Arin.
Sunjaya kembali membantah.
Bantahan Sunjaya dilakukan juga saat jaksa membacakan BAP terkait perintah Sunjaya pada Deni untuk membuka rekening untuk menampung uang setoran dari ASN Pemkab Cirebon. Tiga rekening dibuka atas nama Deni, Eti dan Warno.
Jaksa Arin geram karena semua sanggahan Sunjaya. "Saudara ini kan bupati, pendidikan saudara S3. Di BAP ini Anda mengatakan itu," ujar Arin.
Sunjaya berdalih bahwa ia memang diperiksa penyidik terkait keterangan itu. Namun, ia mengaku sudah mencabut keterangannya itu.
"Saat itu saya lelah diperiksa penyidik sampai dini hari. Saya sempat baca keterangan saya tapi ternyata banyak yang tidak sesuai lalu saya minta dicabut dan di BAP ulang," kata Sunjaya.
Jaksa Arin kembali geram. "Enggak bisa Pak, alasannya apa Anda menyangkal. Jika Anda mencabut keterangan di BAP, di BAP seharusnya ada keterangan dicabut tapi ini tidak ada," ujar Arin.
Sunjaya kembali berdalih namun tidak sesuai dengan alasan sebelumnya. "Yang dibacakan itu keterangan ajudan saya, Deni karena saat diperiksa, saya berdampingan dengan Deni. Jadi bukan saya yang mengatakan itu, makanya saya cabut," ujar Sunjaya.
Arin mencecar lagi Sunjaya karena alasannya tidak rasional. Arin menyebut alasan Sunjaya kelelahan sehingga tidak bisa menjelaskan dengan benar di BAP tidak beralasan. Menurutnya, BAP yang dibacakan tersebut merupakan pemeriksaan Sunjaya pada 5 November sedangkan Sunjaya ditangkap pada 25 Oktober.
"Artinya, sudah ada selang waktu hari yang panjang dan saudara sudah bisa berpikir jernih. Yang saya bacakan di BAP ini keterangan saudara, bukan ajudan saudara. Anda ini kan bupati, bukan ajudan. Dengan mengatakan itu, saudara saksi melecehkan proses penyidikan KPK karena penyidikan KPK punya standar operasional sendiri," kata Arin.
Ia kemudian ditanyakan soal gaji bupati. Ia menjelaskan menerima gaji Rp 6,25 juta tunjangan Rp 85 juta, biaya operasional Rp 35 juta, makan dan minum Rp 15 juta, honor kegiatan dari masing-masing dinas Rp 2,5 juta per bulan. "Total satu bulan terima Rp 200 juta," ujar Sunjaya.
Anggota majelis hakim, Rojani sempat menanyakan darimana uang bupati selain dari gaji. Sunjaya mengaku berasal dari uang pribadi.
"Anda punya dana operasional kan sebagai bupati," kata Rojani.
Namun justru Sunjaya mengaku tidak menerima dan tidak memiliki dana operasional. "Sebagai bupati saya tidak punya dana operasional," kata Sunjaya.
Pengakuan Sunjaya sebagai bupati soal tidak punya dana operasional itu pun mengejutkan penonton ruang sidang. (sumber)
Wednesday, February 13, 2019
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Latest News
Labels
- Ciayumajakuning (20)
- Daerah (4)
- Desaku (15)
- Indramayu (132)
- Jawa Barat (26)
- Kriminal (15)
- Misteri (6)
- Nasional (18)
- Politik (25)
- Wisata (7)
No comments:
Write comment